Minggu, 29 Mei 2011

JEJAK NAFAS LEADER DALAM ARSITEKTUR


Para leader, dalam suatu perbincangan santai di sebuah café, tercetuslah diskusi hangat mengenai, apakah Arsitektur dapat merepresentasikan kepemimpinan. Diskusi ini sangat menarik, karena ternyata terlihat jelas jejak nafas pimpinan bangsa pada masanya dalam arsitektur yang muncul kala itu, dapat menjadi sebuah phenomena dimasa yang akan datang.

Kalau kita menilik kepada hakikat arsitektur, maka penjelasan yang muncul adalah, arsitektur hadir karena adanya kebijakan, tujuan, dan waktu. Sepanjang sejarah perkembangan dunia telah menunjukan bahwa para pemimpin Negara selalu meninggalkan jejak kepemimpinannya dalam wujud  arsitektur. Wujud ini bisa berbentuk bangunan atau monument, atau apapun yang secara implicit berusaha menunjukkan wibawa, kekuasaan ataupun tekanan pada seluruh elemen bangsa pada masanya.

Bicara mengenai pemimpin, para leader tentu tau bahwa elemen dasar kepemimpinan  adalah, Nyali, Energi dan Komunikasi. Ketiga elemen ini dapat di visualisasikan oleh sebuah symbol, yang mendatangkan inspirasi, kekuatan, kepercayaan dan pengaruh yang luas. Samaratungga dan Pramodawhardani dari dinasti Syailendra telah meninggalkan jejak kepempinan yang religius pada bangunan Borobudur dan sempat dikenal sebagai satu dari 7 keajaiban dunia. Bentuk dan konstruksi yang digunakan pada saat itu sangat di pengaruhi oleh kepercayaan Hindu-Budha.

Energi terbesar yang di bentangkan oleh Samaratungga dan Pramodawhardani adalah, menghadirkan unsur religius dalam kepemimpinannya. Nilai religi Hindu-Budha yang mendunia, baik dunia nyata maupun maya, sedikit banyak telah membantu dia untuk mengkomunikasikan setiap kebijakan yang dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat luas. Nyalinya juga sangat besar dalam menggunakan gunung sebagai core atau inti utama dari bangunan candi Borobudur yang termashur tersebut. Gambaran pemanfaatan gunung melukiskan bahwa kekuatan kepemimpinan terbesar yang digunakan pada masanya adalah memanfaatkan dukungan kuat dari alam, di gabungkan dengan kekuatan pikiran manusia.

Contoh lain adalah, setelah kemerdekaan Indonesia,  Ir. Soekarno merefleksikan nafas kepimpinan bangsa saat itu  dalam pengembangan bentuk bentuk arsitektur modern.  Soekarno adalah seorang arsitek dan juga politisi, konsep besarnya adalah,  “ Let us prove that we can also build the country like the Europeans and Americans do because we are equal.” Soekarno.

Gelora jiwa Soekarno sebagai pemimpin bangsa yang baru merdeka sangat ingin menunjukan ke ‘aku’an negaranya. Hampir semua bangunan selalu di tambah ‘embel-embel’ terbesar, atau bertinggi di Asia atau Asia Tenggara. Contohnya Monas, pada masanya di canangkan sebagai monument tertinggi se Asia Tenggara. Masjid istiglal juga di canangkan sebagai masjid terbesar se Asia Tenggara.

Bung Karno sangat menyukai kepada yang besar, perkasa, serta bersifat monumental. Monumen Nasional jelas menunjukkan prinsip BK tersebut, menara yang relatif polos, namun tinggi menjulang di satu openspace raksasa kawasan Gambir telah menjadi landmark bagi Jakarta, sejajar dengan landmark negara lain seperti Statue of Liberty, Eiffel, Sidney Opera House dll.

Sebagai seorang pemimpin, Soekarno sangat memberikan inspirasi pada bangsanya untuk menjadi yang terbesar, terkuat dan berani. Kiblatnya untuk tidak kalah dari Eropa dan Amerika sangat menggugah nurani bangsa pada saat itu.

Komentar yang muncul untuk tipe-tipe pimpinan jenis ini adalah, ‘dia jenius’, ‘dia memang beda’. Kedua contoh di atas bisa menggambarkan kualitas ekstra pemimpin yang untouchable. Kompetensinya dalam membuat terobosan, arah dan strategi membuat mereka menjadi berbeda dan disegani oleh orang lain. Pemimpin tipe ini adalah seseorang yang berkharisma dan mengagumkan, sehingga untouchable. Komentar kagum selalu akan muncul dan tak habis-habisnya dari para bawahan atau orang lain yang tersentuh oleh pesona kepemimpinannya.

Masa Soeharto menandai pencarian jatidiri arsitektur, dalam iklim ciptaan pemimpin yang mengajak rakyatnya menghargai nilai-nilai warisan leluhur dalam bentuk tradisi. Acuan dicari dari nilai di masa lalu yang masih dipakai masyarakatnya, bukan mengambil dari dunia Barat, yang modern, tapi asing. Namun dari segi ekonomi, cara kapitalistis dunia luar itu menjadi model pembangunan. Mencari dan menciptakan kembali asal-usul tidak mampu menutupi dualisme sikap pemimpin. Penduaan sikap ini tetap mewarnai Orde Baru dan mempengaruhi cendekiawan arsitekturalnya dalam mencari arsitektur Indonesia.

Lain lagi pengalaman seorang teman dari biro disain di Hongkong, dia menceritakan bahwa sekarang ini sedang hangat-hangatnya pembangunan ‘government building’ – high rise dikawasan yang terkenal dengan sebutan Tamar di Hongkong. Sepertinya ada ’ambisi’ pemerintah disana untuk meninggalkan jejak kepemimpinannya dengan project tersebut.  Namun proses panjang yang dilakukan oleh pemerintahnya adalah dengan melombakan gagasan ini ke seluruh lapisan masyarakat Disain Arsitketur dan pemerhati disain. Tujuannya jelas, membuat hasil karya ini sepertinya menjadi milik masyarakat, tanpa pernah melupakan penggagasnya pada saat itu.

            Model kepemimpinan tipe kedua ini lebih bersifat down to earth, artinya kepemimpinan model ini lebih mampu menggiring kelompok, menentukan arah, mengembangkan tim, mengangkat semangat komitmen dan mengoptimalkan talenta yang ada dalam kelompok. Inilah yang disebut kemampuan strategik.

Para leader, esensinya Arsitektur adalah wujud dari kegiatan manusia yang membutuhkan wadah atau fasilitas dalam bentuk ruang. Setiap leader membutuhkan ruang personal ataupun ruang publik untuk mengekspresikan kegiatan yang muncul dari ide serta kreatifitasnya sebagai manusia. Arsitektur sendiri selalu berkembang dari masa kemasa sesuai dengan perkembangan daya pikir manusia dan waktu. 
Setiap manusia memiliki jiwa leader dalam dirinya. Oleh karenanya setiap manusia bisa meninggalkan jejak dirinya dalam wujud arsitektur. Bentuk paling sederhana dalam mengekspresikan ke’aku’an para leader dalam arsitektur ada dalam rumah tinggalnya. Rumah tinggal seharusnya dapat mewakili karakter dari pemilikinya, ataupun status sosialnya. Keberhasilan arsitektur dalam merepresentasikan kepemimpinan seseorang akan tercapai bila tujuan dan maksud penggunanya tercapai, sesuai situasi, kondisi, serta kebijakan yang muncul waktu itu, entah itu ekonomi ataupun efisiensi, apapun bentuknya.

Penulis : Putri Suryandari,ST,M.Ars,
Dosen Jurusan Prodi Arsitektur, Universitas Budi Luhur
phone : 08176601231

1 komentar: