Minggu, 29 Mei 2011

Hilangnya Konsep Bentuk Rumah Tradisional Jawa

by Putri Suryandari on Saturday, November 29, 2008 at 3:35pm

Hilangnya Konsep Bentuk Rumah Tradisional Jawa di sebelah Barat kota Surakarta

Buah tangan dari perjalanan ke Solo untuk merayakan hari Raya Idul Fitri tahun 2008 ini, menyisakan kenang-kenangan mengenai potret perkembangan konsep bentuk Rumah Traditional Jawa, di sebelah barat kota Surakarta, khususnya wilayah kelurahan Jajar Solo.

Kerinduan untuk menikmati arsitektur rumah traditional Jawa di Solo nampaknya saat ini sudah sulit untuk di temui. Bila hampir seluruh bangunan publik dirancang dengan menampilkan facade traditional, tidak demikian halnya dengan konsep rumah tinggalnya.

Berbicara mengenai Konsep Bentuk (Form) dalam arsitektur, dikenal dengan ketentuan – ketentuan yang disusun berdasarkan pertimbangan dari berbagai faktor, antara lain faktor iklim, geografi, sosial, budaya maupun kepercayaan yang menghasilkan bentuk yang spesifik dan khusus.

Bentuk Dasar arsitektur rumah tradisional Jawa memiliki konsep, organisasi ruangnya memusat, menggunakan bentuk atap Joglo, Limasan, Doro Gepak, dan Pelana (Kampung). Sedangkan sesuai dengan kondisi iklim di Jawa Tengah khususnya Solo, tritisan yang dimiliki atap umumnya cukup panjang guna mengantisipasi hujan dan panas yang mudah berubah setiap tahun, serta banyak memiliki bukaan yang lebar untuk ventilasi baik dari jendela maupun dinding. Rumah traditional umumnya dibangun dengan menggunakan konstruksi kayu. Jenis kayu yang digunakan bervariasi dari kayu keras sampai dengan bambu. Rumah selalu terbuka tanpa pagar pembatas. Sehingga pekarangan rumah seseorang selalu juga menjadi pekarangan yang lainnya. Semua penghuni bisa berkumpul didepan rumah dan merasakan keakraban dengan para tetangga.

Perjalanan saya awali dari wilayah sekitar tempat kediaman mertua di Jalan Manggis III kel Jajar Solo. Penataan lingkungan yang menyangkut sarana jalan dan drainage tertata cukup baik, dengan lebar jalan yang ideal. Mengarah ke bentuk bangunan, sepanjang jalan Manggis III pemandangan bentuk rumah bervariasi yang di ilhami dengan bentuk-bentuk yang berkembang saat ini. (lihat panorama gambar 1)

Kerapian dan keasrian lingkungan, udara alam yang masih bersih dan segar, tidak diimbangi dengan sikap rumah yang membuka diri serta ramah dengan lingkungan. Melainkan disambut dengan karakter rumah tinggal yang angkuh dan kaku, dimulai dengan unsur penerima (entrance) yang tertutup oleh pagar tinggi dan keras. Wajah facade rumah yang sangat berbeda satu dengan yang lain karakter dan bentuknya, sangat menunjukan ego pemiliknya yang tidak ingin sama dengan lingkungan. Rumah seperti ingin menunjukan sayalah yang terindah dan terbaru.

Menuju ke Jalan Jambu Jajar Solo. Pemandangan yang di jumpai tidak jauh berbeda. Keheningan mewarnai lingkungan yang nyaman, asri dan udara yang bersih bebas polusi. Keheningan lebih menunjukkan kesepian lingkungan terhadap keguyuban warga yang sepertinya tidak pernah terjadi.
Lingkungan disini lebih heterogen. Selain rumah tinggal terdapat di wilayah ini sebuah pabrik tekstil dan beberapa rumah kantor. (lihat gambar panorama 2)

Penasaran dengan karakter rumah yang kaku dan arogan ini, saya sempat bertanya kepada warga setempat menyangkut keperdulian dengan tetangga. Cukup mengejutkan bahwa mereka pernah tidak tau kalau tetangga depan rumahnya masuk rumah sakit dan sempat di rawat beberapa hari. Lebih parahnya lagi, ada pula tetangga yang meninggal dunia, mereka baru tau setelah pemilik rumah membuka pagarnya lebar – lebar dan mengeluarkan kursi-kursi untuk layatan.

Dimana perginya keramahan warga Solo saat ini? Di sini di pintu gerbang kota Solo menuju Kartosuro, keramahan itu telah mengikis. Lantas bagaimana jadinya yang ada ditengah kota?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar