Minggu, 29 Mei 2011

DIBALIK AWAN HITAM SELALU ADA MATAHARI


by Putri Suryandari on Saturday, March 7, 2009 at 2:40pm

Musik mengalun lembut didalam mobil Honda Jazz metalik kesayanganku. Ku menyusuri jalan Melawai Raya yang padat, sambil sesekali melirik ke pengemudi mobil di samping kanan dan kiriku. Dua diantaranya wanita yang terlihat lelah namun tetap cantik. Hmm andai mereka masih single, mungkin bisa kuajak kencan malam ini, bisikan nakal di telingaku membuatku tersenyum sendiri.
Aku harus menjemput Prita, kekasih baruku, di kantornya. Sebenarnya kami dulu pernah pacaran, bahkan sempat hampir menikah. Fenomena facebook di internetlah yang membuat aku dan Prita bertemu lagi dan akhirnya kita pacaran lagi. Sudah dua bulan ini kita berkencan, setiap hari bertemu dan semakin hari semakin cinta. Ups Cinta? Kata yang fenomenal, tapi selalu asing buat aku.
”Hubungan kita enaknya namanya apa ya?” tanya Prita sebulan yang lalu, dua minggu paska reuni. Setelah selama seminggu penuh kita berkomunikasi intens melalui sms, telfon dan chating di internet.
”Oke Prit, ada beberapa tipe hubungan yang aku kenal. Teman saja, teman tapi mesra, open relationship, atau pacaran. Nah mau yang mana kita?”
”Kalo teman,.....hmmm, kayaknya lebih deh...he he he, gitu nggak Arjun?”
Aku hanya menyeringai mendengar Prita berusaha merejeck hubungan teman saja.
”Teman tapi mesra?....hmmm nggak ah, gak merasa memiliki kalo gitu. Kalo open relationship, itu gimana sih maksudnya Arjun?”
Aku geli melihat wajah cantiknya di tekuk menumpuk ditengah, sementara matanya berputar-putar, seolah berfikir keras.
”Open relationship itu, kita pacaran, tapi kita masih bebas berhubungan dengan orang lain. Di sini kita tidak membatasi hubungan masing-masing. Walaupun kamu pacaran sama aku, tapi kamu masih boleh berhubungan dengan yang lain. Begitu juga aku. Gitu Prit, gimana cocok dengan komitmen yang itu?”
”Aku pikir dulu ya Arjun, besok aku kabarin. Yuk sekarang makan, abis itu kita nonton...ya... ya ya?!
Tubuhnya yang padat berisi, melendot manja di lenganku. Dalam hati aku tersenyum geli, kita telah berhubungan begitu dekat, bahkan sangat dekat, nafas kita telah menyatu dalam deru detak jantung yang menggebu, namun belum kita tentukan bentuk hubungan kita. Tapi aku tidak perduli, yang penting aku dapat selalu bersamanya, dia sangat berarti, manjanya, perhatiannya dan sifat keibuannya membuat aku tak ingin lagi melepaskannya.
Malam ini, Prita akan mengatakan bentuk hubungan apa yang akan kita jalani, setelah sebulan dia menundanya.

***
Di sebuah perkantoran berlantai 20 yang berdiri dengan elegant di jalan Thamrin. Prita duduk didepan meja komputernya sambil merenung. Hatinya sangat gundah, sehingga tidak satu katapun tertulis di layar monitornya. Besok dia harus menyerahkan proposal pemekaran kantor baru yang sedang di prospeknya di Bali, ke dewan direksi. Sementara ia merasa otaknya buntu, tak dapat diajak untuk bekerja.
”Besok pagi lho, tolong kamu presentasikan rencana pemekaran kantor kita di Bali di depan dewan direksi, lengkap dengan budgetingnya!” begitu pesan pak Wijanarko tadi sebelum pulang.
”Beres pak, sudah siap semua datanya. Saya tinggal buat power pointnya!” begitu janji Prita, pada atasannya itu.
Tiba-tiba sambil mengernyitkan dahi dan dengan mimik serius, pak Wijanaroko bertanya pada Prita lagi,
”Bagaimana kabar suamimu, Prita? Kamu sepertinya tenang-tenang saja ditinggal jauh dinegeri orang. Hati-hati lo, bisa-bisa tidak pulang dia!” canda pak Wijanarko kemudian.
”Biar aja pak, mau pulang atau tidak, itu sudah tanggung jawab dia. Lumayan toh, saya juga bisa cari berondong disini, he...he...he. Salam buat bu Isye ya pak!” kata Prita membalas canda bosnya.
”Ok, jangan pulang terlalu malam. Cuaca sedang tidak bersahabat!” pesan bosnya sambil masuk ke dalam lift dan melambaikan tangan kearah Prita.
Waktu telah beranjak ke pukul 19.00 wib. Prita kembali dalam lamunananya. Sudah satu tahun mas Tedi suaminya berada di negara Jiran, untuk kuliah Doktor di sana. Rencananya, paling cepat tiga setengah tahun dia sudah bisa menyelesaikan studynya dan kembali ke tanah air.
Istimewanya Prita merasakan tidak ada sedikitpun kerinduan pada Tedi. Tidak seperti istri-istri orang lain yang resah dan gelisah bila mengingat sang suami yang bekerja di negara orang. Contoh, Lina teman sekantornya, hampir setiap hari menelfon suaminya yang bekerja di Hongkong. Sehabis menelfon, dia akan selalu berlari kekamar mandi dan menangis di sana.
Tetapi sesungguhnya, bukan itu yang membuatnya resah, yang membuatnya resah adalah sudah dua bulan ini dia berhubungan lagi dengan mantan kekasihnya, tepatnya mantan kekasih gelapnya. Pertemuan mereka betul-betul tidak disangka terjadi pada saat dia menyerjakan projek di Bali, setelah 9 tahun mereka berpisah.
Prita lalu memejamkan matanya dan mengeluh,
”Oh mas Arjun, kenapa ini harus terjadi lagi? Mengapa kamu harus muncul kembali? Apa sebenarnya yang sedang Tuhan rencanakan buat kita?” keluh Prita dalam hati.
Kali ini dia hanya dapat menyandarkan kepala di kursi kerjanya dan memandang jauh keluar jendela.
Prita tidak dapat memungkiri, bahwa setelah menikah dia merasakan hubungan yang hambar dengan suaminya. Walaupun selama 9 tahun ini, semua teman dan kerabat selalu memandang mereka sebagai pasangan ideal dan harmonis, hanya dia yang tau bahwa mereka berdua menyembunyikan kehampaan itu. Bukan karena tidak ada buah kasih diantara mereka, tapi mungkin kehampaan itu yang akhirnya membuat mereka tidak memiliki buah cinta.
”Mas Tedi subur, aku juga subur. Tapi aku selalu merasa hubungan cinta kita tidak ada gairah. Aku rasa itulah yang mencegah kita untuk memiliki anak, kita berdua seperti terjebak pada satu ikatan tanpa cinta.,”
Sesaat Prita tercekat dengan kata-kata terakhirnya sendiri,
”Cinta? Apa sebenarnya arti dari kata ini?” keluhnya di dalam hati.

Prita ingat betul, pernikahan mereka terjadi karena mereka telah berpacaran cukup lama, tujuh tahun. Tujuh tahun bukan waktu yang singkat untuk mereka saling mengenal, antar pribadi maupun keluarga dan relasi orang tua mereka. Tapi sebenarnya, satu tahun sebelum menikah, ia berkenalan dengan seorang pemuda yang sangat mempesonanya.
Prita memutar kembali pertemuannya dengan mas Arjun 10 tahun yang lalu, pada waktu kantor Prita menyelenggarakan sebuah acara di Jogja,
”Wanita selembut dan secantik kamu, sulit untuk di temui dalam keadaan belum memiliki pasangan. Pasti aku bakal patah hati kalau mengenalmu lebih lama.”
Itu kata-kata yang masih diingat Prita pada jumpa pertamanya dengan pemuda itu.
”Hati-hati mas, wajah kadang-kadang menipu. Wajah boleh lembut, kelakuan belum tentu mas. Jadi Mas Arjun jangan sampai tertipu dengan wajahku ya!” begitu godanya waktu itu.
Pemuda itu sangat bertolak belakang dengan Tedi. Kalau Tedi terkenal pintar, menarik dan agak play boy, maka pria ini sangan santun, berjiwa ke bapakan dan teduh. Prita tidak lelah dan khawatir bila berada didekatnya, karena dia bisa merasakan bahwa dia aman, dia terlindungi dan dia akan selalu di jaga olehnya. Berbeda dengan Tedi, sifatnya yang matakeranjang dan sangat ramah pada semua wanita, membuat dia lelah untuk menjaga perasaaannya dari rasa cemburu dan curiga.
Hampir saja Prita memutuskan pertunangan mereka dan menerima cinta mas Arjun, bila dia tidak segera mengetahui bahwa mas Arjun ternyata adalah kakak Tedi. Kakak Tedi dari ibu yang lain.
Selama tujuh tahun bersama Tedi, Prita tentu saja mengenal semua orang di rumah mereka. Dia juga tau bahwa ayah Tedi memiliki dua istri, ibu Tedi dan satu istri lagi tinggal di Jogjakarta. Tapi mana pernah dia di perkenalkan dengan ibu Tedi yang lain itu, karena Tedi tidak pernah mau mengenalkan mereka.
”Sepertinya tidak penting kamu mengenal mereka!” begitu Tedi dulu pernah berkata padanya.
Prita hanya tau, dengan wanita Jogja itu ayah Tedi memiliki satu anak laki-laki.
Pada waktu melakukan expanding market ke Jogja, disinilah Prita berjumpa dengan Arjun, salah seorang kliennya. Perkenalan itu kemudian dilanjutkan dengan saling mengirim e-mail dan chating di Internet. Akhirnya Prita diam-diam telah menjalin hubungan batin yang sangat dalam di belakang Tedi. Komunikasi dengan mas Arjun via media ciber itu telah makin menguatkan perasaan mereka. Prita seperti menemukan belahan jiwanya.
”Ini namanya hubungan dari hati ke hati Prita, aku kerap bisa merasakan apa yang kamu rasakan. Seperti juga kamu kerap kali bisa merasakan apa yang aku rasakan. Walaupun kita tidak bersama, tapi kita selalu merasa dekat.” begitu mas Arjun suatu kali pernah mengatakan itu padanya, ketika dia tiba-tiba merasakan sesuatu berubah pada Prita, walaupun Prita tidak mengatakan bahwa kala itu dia sedang tertimpa masalah.
Pritapun tidak menampik, dia juga pernah merasa begitu, bisa merasakan bila Arjun sedang dalam kesulitan atau kesedihan.
Sayangnya hubungan itu harus berakhir karena ibu Tedi memergoki mereka di Jogja. Memang setiap bulan ibu Tedi selalu mengunjungi madunya untuk bersilaturahmi dan berbagi cerita. Waktu itu Ibu Arjun bercerita kepada ibu Tedi, bahwa Arjun sudah memiliki teman dekat yang sepertinya sudah sangat cocok.
”Arjun sepertinya nggak lama lagi mau nyusul Tedi ya Jeng?”
Prita masih ingat kata-kata ibu mertuanya waktu itu yang sempat dia dengar di sebelah ruang tamu, di rumah Arjun.
”Ya sepertinya begitu jeng. Gadis itu dari Jakarta, tapi sangat halus dan lembut. Mereka bekerja di bawah perusahaan yang sama, hanya bedanya Prita di kantor pusat Jakarta, Arjun kepala cabang disini.”
”Mereka berdua sekarang baru ada di belakang, habis dari alun-alun. Mari aku kenalkan!”
Prita memang tidak melihat kedatangan ibu Tedi, dia hanya tau melalui Arjun bahwa ada kerabatnya yang berkunjung pagi tadi.
Tentu dapat dibayangkan bagaimana terkejutnya mereka begitu keduanya saling berhadapan, Prita dan calon ibu mertuanya.
Sejak pertemuan itu, mas Arjun menghilang dan keluarga Tedi tiba-tiba memutuskan agar waktu pernikahan mereka di percepat. Ibu mertuanya berjanji tidak akan membongkar masalah itu, kalau Prita segera menentukan sikap untuk memilih menjaga nama baik keluarga mereka berdua.
Itu pulalah sebenarnya yang menjadi penyebab hubungannya tidak dapat berjalan harmonis dengan ibu mertuanya. Hal yang tidak pernah di ketahui oleh Tedi sebabnya.
Prita sekali lagi menghela nafas panjang,
”Ya Tuhanku, tolonglah beri petunjukmu. Mau kubawa kemana hubungan ini? Dan akan kukemanakan pernikahanku?”
Pandangan Prita melayang jauh keluar, dari lantai 10 kantornya terlihat diseliling Jakarta lampu-lampu bersinar dan berkelip laksana bintang, laksana ribuan lenteran yang hangat, menghangatkan malam yang dingin. Sebentar lagi Arjun akan menjemputnya, untuk memutuskan akan dibawa kemana hubungan mereka.

***
Aku menjumpai Prita dengan wajahnya yang terlihat kusut dan bingung. Aku menyadari, tentu berkaitan dengan keputusan yang akan dia ambil terhadap hubungan kita. Aku harus membuat dia lebih mudah untuk memutuskan. Aku sudah menunggunya selama 10 tahun dan aku tak ingin melepaskannya lagi.
Seperti biasa, setelah mengenakan sabuk pengaman, duduk dengan nyaman di dalam mobil, aku menyalakan lagu-lagu romantis kesukaannya. Sejurus lamanya, aku tidak mendengar Prita mengeluarkan sepatah katapun, setelah ritual cipika cipiki tadi. Sepertinya aku yang harus memulai pembicaraan.
”Sebelum kamu memutuskan, bagaimana dan mau kemana hubungan kita ini, Prita. Ijinkan aku untuk terbuka dan menceritakan apa yang terjadi denganku, setelah aku bercerai dengan Rani!”
Kalimat pembuka pembicaraan mereka yang terdengar serius, sangat tidak terduga oleh Prita. Prita terkejut, karena biasanya Arjun lebih suka bercanda, kadang sampai Prita kejang perut kalau mendengar cerita lucu dari Arjun. Tapi Prita tidak menunjukkan keterkejutannya, malah dia sedikit menggoda Arjun,
”Loh bukankah seharusnya aku yang punya acara malam ini?” goda Prita.
Arjun hanya tersenyum dan setelah mengecup keningnya, laki-laki itu kemudian bercerita,
” Selama ini, setelah empat tahun aku menduda, aku sering kali bertemu teman kencan yang awalnya berkenalan dari chating room. Ada yang single, janda, bahkan istri orang. Setiap kencan, beberapa hanya bersalaman, di lanjutkan dengan makan malam. Sebagian besar langsung cipika – cipiki, begitu ketemu. Ada juga yang langsung cium bibir segala. Bahkan tak jarang kami juga melakukan making love di mobil ini, dalam keadaan mobil berjalan. Semua hanya terjadi dalam dua atau tiga pertemuan.”
Prita tercekat dan hanya mampu menelan ludah, sambil tetap pura-pura tidak perduli. Diam-diam dia baru mulai memperhatikan suasana di mobil itu, sedan dengan interior yang berwarna putih, musik selalu mengalun lembut, bau harum apple dan kaca yang luar biasa gelap. Memungkinkan sekali bagi dua manusia lawan jenis yang baru kenal, tergoda oleh imajinasi liar di ruangan sempit ini. Seperti yang kadang kala juga mereka berdua lakukan, Prita tersipu malu sendiri.
”Aku berbeda dengan Arjun sembilan tahun yang lalu Prita. Kamu tentu sudah melihat sosok lain dalam diriku, selama dua bulan ini. Aku tau, kamu sering terkejut melihat kelakuanku, tapi inilah aku sekarang.”
Arjun memutar mobilnya dan memasuki pekarangan sebuah hotel resort. Malam itu mereka akan makan malam di tepi laut, dengan sinar lilin di meja mereka.
Tapi malam itu Prita tak mampu menikmati keindahan laut dan taburan sinar lilin di sekitarnya. Prita tidak menyangka, Arjun telah berubah jadi seorang laki-laki yang sangat gila bercinta, dari seorang laki2 yang lembut dan kebapakan.
Sebagai seorang enterntainmen, profesi itu sangat melekat dan telah merubah karakternya. Arjun telah banyak melakukan petualangan dari satu wanita ke wanita lain sejak dia menduda.
”Dengan wanita kaya dan berpangkat aku akan melayani mereka, tak pernah aku keluar duit sepeserpun, tapi dengan wanita yang sederhana aku akan tampil sebagai laki-laki yang royal. Semua kulakukan untuk mendapatkan kenikmatan bercinta.”
Arjun menceritakan semua itu dengan dingin, tak sedikitpun ada penyesalan di wajahnya.
Prita akhirnya tak sanggup lagi menahan rasa yang menyesak di dadanya. Ditatapnya nanar wajah Arjun yang tampan dan selalu tersenyum itu. Dicarinya lagi wajah tenang yang menyejukkan yang dulu pernah dia miliki, tak di temuinya lagi, hanya ada wajah simpatik dan ramah.
”Arjun, kenapa baru sekarang kamu mengatakan ini? Apa yang terjadi denganmu? Apakah kesalahanku sembilan tahun yang lalu telah merubahmu menjadi begini?” tanya Prita.
Arjun memandang aliran ombak di laut, sambil sekali lagi bibirnya tersenyum,
”Aku tidak tau Prita, namun yang pasti, aku hanya merasa selalu ada kekosongan setelah bercinta. Puluhan wanita, kubercinta dengan mereka. Semakin aku mencari semakin hampa. Setelah aku berjumpa lagi denganmu. Aku tidak ingin kehilangan lagi. Inilah muara cintaku, inilah akhir dari pencarianku, aku harus berhenti sekarang, mencari cinta yang salah. Karena aku telah menemukan sesuatu yang pernah hilang.”
Suara debur ombak dilaut, memecah keheningan malam. Angin laut menerpa tubuh dua insan yang telah di pertemukan lagi setelah perpisahan yang menyedihkan sembilan tahun yang lalu.
Arjun merengkuh tubuh cantik Prita ke pelukannya, bulan dilangit turut menjadi saksi menyatunya debur jantung mereka dan menyatunya sebentuk hati yang pernah hilang.
Prita tidak perlu lagi memberi jawaban, karena mereka berdua sudah tau jawabannya. Di balik Awan hitam selalu masih ada matahari. Di balik kelamnya hati mereka salama ini, terselip cahaya yang siap bersinar.

Maret 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar