Minggu, 29 Mei 2011

Harsrat Estetis Penciptaan Gedung DPR/MPR

by Putri Suryandari on Monday, February 2, 2009 at 11:47am

by Putri Suryandari

Suatu hari di Selatan Jakarta yang mendung, saya merebahkan diri di sofa ruang keluarga rumah tercinta, menghadap secangkir teh hangat, sambil menyalakan televisi dan menyaksikan liputan berita sore. Tampak di layar monitor, gedung DPR/MPR RI muncul di liputan pertama dengan bentuk yang khas melengkung pada atap serta diikat oleh dua buah sabuk besar ditengahnya. Isi liputannya berkisar pada prilaku beberapa anggota legislatif yang banyak menimbulkan rasa jengah bagi para pemirsa yang menyaksikannya. Masih belum lenyap pula dari ingatan beberapa kali kerap terjadi, kemarahan massa terhadap anggota legislatif dan eksekutif yang tidak menyuarakan aspirasi rakyat, juga mempertontonkan gedung DPR/MPR yang megah tersebut sebagai backgroundnya.

Sebagai seorang arsitek, saya mulai tergelitik dan mencoba memikirkan mengenai pengaruh jiwa atau roh dari bangunan terhadap efek ruang yang timbul bagi pemakainya. Arsitektur adalah ilmu pengetahuan mengenai teknologi dan seni rancang bangun yang menciptakan ruang bagi kehidupan manusia, baik secara fisik, emosional dan intelektual. Sehingga, ”Bagian terpenting dalam Arsitektur adalah Ruang”. (Brickmann 1915)

Ruang dalam teori Estetika Arsitektur Herman Sorgel (Architecture–Aesthetic 1918) terdapat 3 macam; pertama Ruang Aktual (Deseinsraum), mewakili ruang objektif, fisik, kedua Ruang Perseptual (Erscheinungsraum), yang mewakili impresi fisiologi ruang pada retina, ketiga adalah Ruang Efektual (Wirkungsraum) yaitu yang mewakili ide ruang estetik dari arsitek yang mendasarinya. Ruang seperti yang dibayangkan dan dipikirkan oleh perancang/arsitek. Mereka menganggap sebagai ruang sesungguhnya, dan biasanya dipakai oleh mereka dan oleh yang lainnya untuk mencapai dan mempertahankan dominasi, mental space (ruang mental) dari para elite untuk menghasilkan ruang - ruang dari fungsi suatu bangunan.

Para leader, pencarian saya mengenai dasar perencanaan Gedung DPR /MPR RI saya temukan tercetak di harian Sriwijaya Pos online tertanggal 2 Agustus 2002. Ternyata gedung DPR/MPR yang dirancang oleh Bung Karno, secara fisik diilhami oleh bentuk bangunan Stadtshause di Berlin, dan direkayasa memiliki ketahanan sampai dengan 20-25 tahun. Sedangkan secara non fisik, melalui Hasrat Estetis Bung Karno yang selalu di latar belakangi oleh kekagumannya secara indrawi maupun intelektual kepada para wanita, kubah gedung yang spektakuler itu diartikan sebagai lambang wanita atau Yoni, lambang alat vital wanita dalam kehidupan manusia. Bung Karno memberikan nama Yoni di gedung MPR/DPR karena bila kita simak falsafah Jawa kuno, Yoni merupakan suatu kekuatan supranatural, suatu kekuatan magis dan wibawa. Ruang Efektual yang diinginkan dari hasil penciptaan gedung itu adalah, MPR dan DPR yang punya kekuatan mengangkat dan memberhentikan seorang presiden, dapat
di kagumi keberadaannya, tunduk, dan menjalankan amanah rakyat dalam menjalankan roda pemerintahan, Republik Indonesia. Dua kekuatan yang saling bertentangan tapi muncul untuk saling menguatkan. Konotasi Yoni pada wanita bisa berarti keagungan sekaligus kehancuran. Agung bila di tempatkan dan di arahkan pada posisi yang tepat dan benar. Hancur bila tidak terdapat keseimbangan rohani maupun jasmani.

Dari imajinasi Ruang Efektual yang di inginkan oleh perencana, wujud fisik di terapkan dalam Ruang Aktual. Selain bentuk penempatan atau posisi gedung termasuk juga dalam perencanaan Ruang Aktualnya. Posisi tentu saja dapat mempangaruhi kinerja dari pemakainya. Posisi Gedung DPR/MPR RI bila dilihat dari 8 penjuru medan Elektro magnetik di Jakarta, terdapat di Barat Laut. Posisi ini memiliki sifat yang mewakili fase terakhir dari siklus kehidupan – usia tua. Pada waktu itu rangkaian pengalaman menghasilkan sifat bijaksana, kemungkinan menolong orang lain sudah cukup diandalkan kerena telah melalui tahap-tahap sebelumnya. Energi Barat Laut melambangkan kepemimpinan, organisasi dan perencanaan kedepan. Lambang langit menambah martabat, bijaksana dan citra superioritas. Arah ini juga melambangkan Ayah, seseorang yang penting dalam keluarga, memperkuat impresi tentang harga diri, rasa bangga dan bijaksana.

Saya sementara terhenyak dengan pilihan lokasi gedung ini yang ternyata sangat baik dan ditempatkan sesuai dengan Ruang Efektual yang ingin di ciptakan oleh si perencana. Lantas apa yang salah dengan situasi yang terjadi belakangan ini didalam gedung tersebut?

Kemudian perhatian saya mulai beralih pada Hasrat Estetis yang dimiliki oleh Bung Karno, kecintaan dan kekagumannya pasa sosok wanita secara indrawi maupun intelektual. Lambang Yoni pada gedung bila di kaitkan dengan lambang Ayah pada posisi bangunan, secara logis dan kodrati maka akan tercipta keseimbangan. Saling mengisi dan tercipta keharmonisan. Namun bila Lambang Yoni di pertemukan dengan Lambang wanita, maka yang terjadi justru kerusakan, karena bukan makna kodrati bila perempuan bersanding dengan perempuan. Pertanyaan berikutnya adalah, apakah telah terjadi pelambangan wanita yang berlebihan pada Gedung DPR/MPR RI sekarang ini? Pelambangan wanita disini adalah telah terdapat tambahan karakter yang merujuk pada kesenangan duniawi, keindahan, dan seksualitas.

Sahabat leader, seorang pemimpin bijaksana adalah pencipta dan pengubah sejarah, demikian kutipan saya dari salah seorang pakar komunikasi politik di negara tetangga kita Malaysia. Sepertinya bila di perhatikan dalam satu dekade ini, kebijakan pemimpin bangsa kita dalam pembangunan di Jakarta, memang lebih mengarah kepada perbanyakan memfasilitasi pembangunan Mall, pusat perbelanjaan, kafe dan segala unsur suka lainnya. Di delapan penjuru medan Elektromagnetik kita bisa melihat dengan mudah seluruh fasilitas tersebut. Mungkin inilah jawaban dari pertanyaan terakhir saya. Pelambangan wanita di seluruh wilayah Jakarta telah mempengaruhi dengan kuat keberadaan Gedung DPR/MPR RI saat ini. Sehingga Ruang Efektual dan Hasrat Estetis penciptanya sudah tidak mampu mempengaruhi karakter pemakai didalamnya. Sejarah telah berubah, seiring dengan kebijaksanaan pimpinan yang ada saat ini. Sepertinya ketahanan bangunan yang di prediksikan 20 – 25 tahun memang menjadi kenyataan. Kekuatan spiritualnya telah berlalu dalam kurun waktu tersebut.

Akhirnya saya menutup notebook saya, sambil memandangi langit di ufuk Barat yang mulai semakin memerah, mengiringi kegelapan di arah Timur yang semakin pekat. Saya memikirkan diskusi kita di bulan lalu mengenai pengaruh ruang kerja terhadap kinerja leader, semakin dapat dibuktikan disini bahwa manusia memang tergantung pada alam, memiliki sebab akibat dengan lingkungan tempat tinggalnya atau dengan tempat dia menjalankan aktivitas hidupnya. Oleh karena itu, kembali saya mengingatkan, apakah posisi tempat kerja anda telah sesuai dengan visi dan misi anda sebagai leader dalam menjalankan roda kepemimpinan untuk mencapai tujuan yang anda dan team work anda inginkan?

1 komentar: