Minggu, 29 Mei 2011

AKTUALISASI DIRI LEADER DI RUANG TAMU

Putri Suryandari,ST, M.Ars
Dosen Prodi Arsitektur Univ. Budi Luhur
e-mail : putri_syd@yahoo.com

Mengapa banyak leader memajang buku-buku di Ruang Tamu, sehingga ruang publik tersebut jadi seperti perpustakaan? Untuk pamer kah? Atau menambah kredibelitas? Soalnya jajaran buku-buku itu tampak bersih seperti jarang dibaca...hehehee.

Pertanyaan tadi muncul dari seorang teman leader di sebuah kelompok diskusi yang membahas mengenai Leader dan Ruang kehidupannya. Yasir seorang dosen seni rupa, agak terperangah dengan pertanyaan tersebut, sangat tidak masuk di akal bila jaman sekarang masih ada buku-buku diruang tamu. Bagi dia lebih tepat bila buku-buku itu di letakkan di ruang keluarga, untuk tamu bagi keluarga sendiri, sehingga sedikit lebih pantas bila harus membuka lemari buku yang bersifat pribadi. Secara psikologis, bagi Justinus, prilaku tersebut bisa terjadi karena sang leader tidak suka menerima tamu, atau tidak senang bergaul, sehingga di ruang tamu di gunakan sekaligus sebagai tempat kerjanya. Berprofesi sebagai seorang pialang pasar uang, Jus termasuk orang yang sangat suka membaca, baginya tempat yang paling tepat untuk konsentrasi membaca.buku adalah di ruang keluarga, di situlah dia menaruh buku-bukunya yang berjumlah hampir 1000 buku, dengan rapi. Sedangkan dengan ekstrem, bagi Diba Aris ahli Hipnoteraphy, Leader yang menaruh perpustakaan diruang tamu menunjukan Leader yang belum berpengalaman,
”Bisa jadi orang itu Leader dadakan alias baru jadi leader. Jadi perlu pamer apa aja yang masuk diotaknya. padahal belum tentu dibaca.”

Para leader, Ruang Tamu dan Perpustakaan dalam penataan interior memiliki sifat ruang yang berbeda. Ruang Tamu bersifat publik, sedangkan perpustakaan lebih bersifat semi private. Ruang Tamu memiliki tingkatan yang tidak privasi, sementara Perpustakaan memerlukan privasi cukup tinggi. Di Ruang Tamu setiap orang yang bukan penghuni rumah dapat berada di dalam ruangan itu Termasuk zona ramai, karena siapapun selain anggota keluarga diizinkan berlalu lalang serta berada disana.. Sementara perpustakaan memasuki zona tenang, karena hanya orang-orang tertentu di luar penghuni rumah yang dapat memasuki wilayah tersebut. Konsep pemisahan zona ruang ini sudah dijadikan pegangan oleh sekelompok leader dalam mengkonsentrasikan ruang kehidupan, berkaitan dengan tingkat privasi yang ingin mereka jaga. Seperti yang di gunakan oleh keluarga Yasir, Jus dan Diba dalam menata ruang tinggalnya.

Ano Sajid seorang pengusaha muda berpendapat bahwa, keluarga mereka bukannya sok pamer, tetapi memang isi rumahnya penuh dengan buku dan itu semua yang menyangkut pekerjaan & hobi di keluarga yang sudah terseleksi.
“Saya dan istri sudah memakai konsep, bahwa buku-buku kalo sudah di baca di kasih orang..., tapi ternyata kita memiliki banyak buku-buku literatur, jadi gak mungkin di buang lah. Emang kami keseringan beli buku, jadi ruang kerja, ruang tamu, ruang belajar sudah penuh buku,……hahahahha.”

Bila melihat pada konsep keseimbangan Yin dan Yang, Ruang Tamu dan Perpustakaan sama-sama memiliki tipe Yang. Tipe Yang menggambarkan suasana atau situasi yang dinamis, aktif, siaga, lebih bisa berkonsentrasi serta lebih dapat memperhatikan detail. Secara hirarki Ruang Tamu bertipe terlalu Yang, artinya di ruang itu bisa tercipta suasana yang sangat dinamis dan lebih aktif. Perpusatakaan bertipe cenderung Yang, dimana diruang tersebut bisa tercipta suasana aktif, dinamis, dapat konsentrasi dan memperhaikan lebih detail Gradasi sifat ruang ini, nampaknya di gunakan sebagai dasar oleh sekelompok Leader tertentu dalam menata Ruang Tamu dan Perpustakaannya menjadi satu kesatuan.

Doddy Ahmad Fauzi, Humas majalah seni dan penulis, punya pendapat yang sesuai dengan prinsip keseimbangan Yin dan Yang. Bahwa menjadikan satu Perpustakaan dan Ruang Tamu adalah tindakan yang tepat. Baginya memajang buku di ruang tamu itu mulia, setidaknya memprovokasi yang lain untuk juga membeli buku, para penulis siapapun akan senang kalau berkenalan dengan orang-orang yang suka beli buku, dengan harapan suatu hari ia akan beli bukunya. Tetapi yang pasti dia tidak setuju bila harus memajang majalah Playboy di ruang tamu.

Bagas Dwi Bawono, Arsitek, setuju dengan konsep penggabungan Perpustakaan dan Ruang Tamu. Baginya sangat realistis bila di kantor, buku-buku di letakkan di ruang tamu, karena buku-buku itu bisa menemani tamu-tamu yang datang tapi belum segera bisa ditemui, walhasil para tamu bisa baca-baca sambil menunggu. Di ruangan kerja sendiri dia memasang satu set meja meeting kecil dengan empat kursi, disampingnya ada rak besar penuh buku, kadang buku-buku itu meluber hingga meja bundar itu. Tapi bukan untuk pamer atau gagah-gagahan, biasanya karena buku-buku tersebut belum sempat disampul dan dibaca.

Sering buku bagus selalu dibelinya sebelum kehabisan, jadi kadang belum sempat terbaca. Buku-buku yg belum terbaca ini sangat berguna ketika pergi ke luar kota, akan dilalap habis selama menunggu d bandara., di pesawat, atau di hotel.
”Jadi menurut saya, ga ada salahnya menaruh buku di ruang tamu, seperti juga ga ada salahnya membeli buku yang ga langsung dibaca..”
Tapi dia juga memiliki tempat-tempat lain yang tidak biasa digunakan untuk meletakkkan buku-bukunya, seperti kamar mandi (wc).
“Saya mempunyai kebiasaan membaca sambil duduk di kloset (maaf...), krn menurut saya waktu 10-15 menit sayang kalau terbuang sambil melamun, jadi bisa dimanfaatkan menambah pengetahuan, mulai baca koran hingga ensiklopedi anak2 saya lalap...yang penting baca...jadi memang selalu tersedia buku di beberapa tempat yang tidak biasa.

Dalam perjalanannya Arsitektur tidak hanya memberikan dasar bagi ilmu membangun yang estetis, namun dapat menjadi simbol status atau aktualisasi bagi manusia yang di wadahi kegiatannya. Mengutip pendapat Setiyoko, Arsitek, pada akhir diskusi,
”Seperti profesi saya ini, sebagai arsitek, biasanya buku dibawa kemana-mana, dari kantor dibawa kerumah buat cari ide, sampe rumah baca di ruang tamu, nggak sempet bawa lagi ke kantor akhirnya berantakan di ruang tamu, itu nggak pamer khan? Tapi setidaknya di ruang tamu memang ada sesuatu yang harus dipajang atau dipamerkan karena itu bagian dari Aktualisasi Diri Manusia.”

Diskusi diatas dapat di simpulkan bahwa simbol status dan keberadaan seseorang dapat tercermin dari pola tata ruang baik interior maupun eksterior, di ruang tinggalnya. Bagaimana setiap manusia meninggalkan bekas ke ber”ada”annya, dapat membuat orang lain mengetahui siapa dan bagaimana dia dalam lingkungan sosial, keluarga ataupun pekerjaannya. Ruang kehidupan para Leader pada prinsipnya di wadahi dalam wadaq Arsitektur.

Para Leader, jangan pernah ragu untuk meletakkan jendela informasi dunia di ruang tamu kita. Karena buku adalah sumber informasi yang sangat handal dan dapat di percaya. Perpustakaan atau kumpulan buku di ruang tamu dapat mengaktualisasikan psikologi, profesi, hobby, wawasan maupun konsep hidup kita. Aktualisasi ini secara terbuka dapat ditunjukkan di lingkungan yang private seperti rumah tinggal atau kantor, sehingga siapapun tamu kita akan segera tahu, apa dan bagaimana kita. Keseimbangan Yin dan Yang sinergi di kedua ruang ini, tidak akan mengganggu tingkat privasi masing-masing kegiatan, bahkan dapat saling mendukung dan menguatkan. (Putri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar