Minggu, 29 Mei 2011

Cerpen Wanita Misterius di Chating Room




by Putri Suryandari on Sunday, January 18, 2009 at 7:19pm

Catyani : Disain Rumah Tinggal yang terbaru bagus tu!
Elang : Sudah kunjungan ke websiteku ya?
Catyani : Aku sudah lihat. Kadang kalo rindu sudah di dada, apapun yang
menuju dirimu akan kucari, he he he
Elang : Bohong,...ah!
Catyani : Kok bohong?
Elang : Diajak ketemuan gak pernah mau aja kok, bilang rindu!
Catyani : He he he......, jangan ngambek gitu dong Lang

Penggalan instant messege di internet dari seorang wanita misterius bernama Catyani di computer Elang, selama seminggu ini telah mengisi hari-harinya menjadi lebih cerah dan bergairah.
Elang adalah direktur utama perusahaan Konsultan Arsitektur dan Manajemen Konstruksi. Dia juga seorang bapak dari 2 anak laki-laki yang sudah duduk di sekolah dasar. Karirnya sangat sukses, perusahaan yang dirintisnya sejak era krismon sepuluh tahun yang lalu, telah maju dengan pesatnya.
Hanya satu hal yang saat ini menjadi satu kekurangan baginya, Larasati istrinya sudah enam bulan terbaring lemah dirumah sakit. Kanker hati telah membuat levernya hanya berfungsi sepuluh persen saja. Setiap pulang kerja Elang selalu menyempatkan diri mengunjungi istri tercintanya itu, sesibuk apapun pekerjaannya. Tetapi, setiap kali pulang kerumah, hatinya seperti teriris sembilu, manakala telah melihat kondisi istrinya yang semakin menurun.
Cling!!
Suara khas itu membuat jantung Elang berdebar keras, seketika di pandanginya monitor komputernya.

Catyani : Mikir apa sih Lang, kok lama jawabnya?
Elang : Lagi mikir bagaimana caranya menggiring burung pipit ke luar sarang nya
Catyani : Burungnya siapa Lang?
Elang : Ya burungnya pipit, yang susah diajak ketemuan........................
Catyani : Namanya juga burung, mana bisa diajak ketemuan...........
Elang : Iya ya bisanya juga ditangkap, trus masukin kandang, ha ha ha
Catyani : Ha ha ha, udah dulu ya, aku mau nerusin kerjaan nih
Elang : Oke deh, sampe besok ya, see u.

Senyum simpul masih menghias bibir Elang, walaupun wanita misterius itu telah menutup instant messegenya.
Elang tidak memungkiri, bahwa dia sangat tertarik pada Catyani, wajah maupun fisiknya, yang terlihat di photo sangat cantik, tetepi lebih menarik lagi cara dia berbicara dan berdiplomasi, sangat menyenangkan.
Tetapi bila dia teringat Larasati, sepertinya dia jadi malu dengan perasaannya ini. Istrinya sedang perjuang melawan maut, aku kok malah mengganggu wanita lain. Begitu perang batinnya akhir-akhir ini. Tetapi satu hal yang positif adalah, sejak berkenalan dengan Catyani di chating room, setiap kali menjenguk istrinya Elang selalu membawa senyum di wajahnya. Sehingga Larasati lebih lega melihat perubahan itu.

”Pa....,” begitu panggilan sayang Larasati padanya,
”Akhir-akhir ini wajah kamu lebih cerah. Sejujurnya, aku jadi ikut bahagia!” sambil berkata senyuman lemah terpancar di wajah Larasati.
”Ah mama,......bisa aja. Papa bahagia kalo lihat mama bisa tersenyum,” jawab Elang sembari mengecup kening istrinya.
Malam tadi, istrinya kembali mengomentari perubahan yang terjadi padanya. Elang berusaha mengalihkan perhatian istrinya, bila di lihatnya piring makan istrinya masih tersisa, elang kemudian bertanya,
”Bagaimana ma, makanan hari ini sudah bisa dimakan semuakah?”, tanya Elang dengan mesra.
Semenjak masuk kerumah sakit, semakin hari lever Larasati semakin sulit menerima makanan. Awalnya Larasati masih bisa makan nasi bubur, tetapi sekarang semua makanan harus di buat sehalus mungkin, karena levernya sudah tidak mampu menyerap makanan lagi.
Larasati mengangguk lemah,
”Bisa pa, tapi kalo terlalu banyak kakiku menjadi bengkak. Jadi sekarang porsinya dikurangi.”
Elangpung tersenyum lembut dan mengusap dahi istrinya,
”Ya udah, nggak apa yang penting kamu nggak kesakitan kan?” Kata Elang.
Sementara walaupun bibirnya tersenyum, hatinya kembali teriris bila melihat tangan dan kaki istrinya semakin mengecil.
Malam itu Elang pulang dengan hati yang semakin lelah dan pedih. Dokter tadi berkata padanya, Larasati hanya punya kemungkinan hidup satu minggu lagi. Disekitar hatinya sudah tumbuh tumor-tumor kecil dan itu berarti semakin sulit lagi dia nanti untuk bisa makan.

Sesampainya dirumah, setelah semua anak-anak tidur, Elang membuka internetnya.
Di ceknya semua e-mail yang masuk, sambil dia juga membuka yahoo messenger. Tidak ada satu orangpun yang online, yah sudah jam 11.30 malam, semua orang sudah pada tidur.
Tapi tiba-tiba,
Cling!!
Suara khas itu menggugahnya dan membuatnya terkejut,
Catyani : Hai, masih kerja nih?
Elang : Hai enggak sih. Kamu kok masih on?
Catyani : Aku lagi ngerjain lemburan, jadi masih bangun.
Eh besok sibuk nggak? Ketemuan yuk!
Elang sejenak terkejut dengan pertanyaan itu, sudah satu bulan diajak bertemu selalu menolak, mengapa tiba-tiba dia setuju.
Elang : Kok tiba-tiba mau ketemuan? Ada mimpi apa semalam?
Catyani : He he he, gak mimpi, cuma mau tanya disain aja. Boleh kan?
Elang : Buat kamu apa sih yang enggak?! Ok deal besok ya, pulang kerja.
Seketika gelap yang tadi menyelimuti wajahnya sirna. Sejuta tumpukan duka, mengigat kondisi istrinya sesaat tertutupi.
”Aku tidak sedang menghianatinya, aku hanya ingin kekuatan, untuk menghadapi ini semua”
Elang mencoba tidak terlalu menyalahkan dirinya, dia takut terlalu lelah untuk menghadapi ini sendiri. Dia takut terlihat tidak tegar didepan anak2nya. Kehadiran Catyani, walau di dunia maya benar-benar telah membuatnya lebih kuat dan menambah semangat hidupnya.

Saat-saat menjelang pertemuan itu membuatnya semakin berdebar. Dari kantor Elang sudah terbang sejak pukul 4.00 sore. Janji pertemuannya dengan Catyani jam 5.30. Wah jangan sampai perjumpaan pertama terlambat.
Menurut wanita itu, kantornya tidak terlalu jauh dengan tempat kencan mereka. Paling hanya 10 menit sampai. Sedangkan buat Elang, Mall itu malah lebih dekat dengan rumahnya.
Sesampai di tempat, Elang langsung menghubungi Catyani,
”Hai, aku sudah sampai, kamu dimana?” tanya Elang dari phone cellnya
”Udah sampai ya?...........aduh gimana ya Lang, klien aku baru aja dateng. Paling enggak satu jam lagi baru bisa keluar. Gimana nih?” suara Catyani terdengar sangat salah tingkah.
”Yah gimana dong?” tanya Elang lagi
”Keberatan nggak kalo nunggu setengah jam lagi?” suara gadis itu terdengar setengah memohon.
Elang tidak ada pilihan lain, sudah terlanjur basah. Menunggu satu bulan sudah di lakukannya, setengah jam apa ruginya.
”Ya udah, dari pada menjadi kerak karena penasaran, aku tunggu deh!” akhirnya keputusan itu muncul juga.
Sambil membuang bosan dan waktu, Elang berkeliling di setiap stand yang ada di Mall tersebut. Biasanya sewaktu Larasati sehat dahulu, dia paling malas menunggu istrinya belanja, bisa lebih dari dua jam istrinya berputar-putar tanpa membeli apapun.
”Harus di bandingkan dulu Pa, biar nggak nyesal kalo kita udah beli nanti!”
Begitu alasan Larasati kalo Elang mulai protes karena tidak jelas mau membeli apa. Senyum simpul tergambar di wajah lelaki usia 40an itu, mengingat istrinya.
Tiba-tiba Elang di kejutkan oleh suara handphonenya yang meraung-raung.
” Halo !” sahutnya segera.
”Lang aku sudah di lobby mall, kamu di mana?”
Dari seberang handphonnya terdengar suara manja Catyani. Sedikit tergagap Elang segera menjawab,
”Aku ada di stand komputer, kamu tunggu disitu ya, biar aku yang ke sana!”
Elang seperti terbang meninggalkan lantai 2 menuju lobby di lantai 1. Sesampainya disana, lobby terlihat ramai, supaya tidak bingung elang mencoba menghubungi catyani dengan phonecellnya.
”Kamu ada dimana nih? aku sudah di lobby!” tanya Elang, sambil matanya berkeliaran mencari wanita yang juga mengangkat handphone.
”Aku di depan cafe samping kiri pintu masuk!” jawab wanita itu.
”Oke, jangan matikan hanphone, biar aku bisa menemukan wanita yang akan aku kencani hari ini.........., hm yup aku sudah liat kamu, coba tanganmu melambai biar aku lebih yakin!”
Elang segera mematikan phonecellnya setelah melihat gadis itu melambai.
Hm, seperti yang ada di photo, gadis itu putih semampai, cantik dan selalu tersenyum, gumam Elang dalam hati.
Begitu mereka berhadapan, Elang seperti tidak mampu menahan diri untuk tidak memeluknya, tapi tatkala melihat Catyani tersenyum lebar dan dengan khas meledeknya, semua jadi sirna.
Pertemuan mereka mengalir dengan hangat dan seperti dugaannya gadis ini sangat menyenangkan dalam diskusi dan bercanda.

Seminggu berlalu, malam itu Elang dan kedua anaknya saling berpelukan. Mika si sulung menangis di dadanya, sementara Ferdi hanya diam tanpa kata. Dokter tadi sore telah benar-benar menjatuhkan vonis, mama mereka tercinta hanya punya waktu satu minggu bersama mereka.
Ya Tuhan, kuatkan aku untuk mereka anak-anakku, gumam Elang dalam hati. Di putuskan mulai besok, dia tidak akan berangkat kerja. Harinya akan di tumpahkan untuk Larasati, sampai detik Yang Maha Kuasa menjemputnya.
”Anak-anak, mulai hari ini kita habiskan waktu kita bersama mama di rumah sakit ya?” kata Elang diantara isak tangis anak-anaknya.
” Iya pa, Mika izin ya. Tidak masuk sekolah dulu. Mika tidak ingin meninggalkan mama sendiri di rumah sakit. Tapi pa, apakah sudah nggak ada alternatif lain? Mika belum rela mama pergi, ...............!” seru Mika sambil masih berada di pelukan papanya.
Elang rasakan tenggorokannya tercekat, tak mampu berkata-kata. Yah karena keputusan Larasati untuk masuk rumah sakit, adalah karena sudah tidak ada lagi jalur alternatif yang mampu mengatasinya. Larasati sendiripun tidak terlalu percaya dengan jalur pengobatan itu.
”Mika, jangan pernah berhenti berdoa sayang. Ini hanya perkiraan medis, Allah pasti punya kehendak lain. Kalian berdua berdoalah, jangan putus berdoa dan meminta padaNya. Doa anak yang sholeh pasti di dengar Allah!” kata Elang menenangkan kedua buah hatinya.
Hari-hari mereka akhirnya di lakukan di rumah sakit. Mereka tertawa, dan bercerita di kamar VIP rumah sakit yang di tempati Larasati. Kamar itu sudah menjadi rumah kedua buat mereka.
Sampai pada hari ke empat Larasati berkata ingin mengenalkan sahabatnya yang sekaligus guru les keramik Mika, kepada suaminya.
”Pa, nanti ada teman aku yang akan berkunjung. Dia sahabat aku di Jogja dulu, sekaligus guru les keramik Mika. Sudah tiga bulan ini Mika les dengan dia, tapi papa belum pernah kenal dia kan?!” kata Larasati kemarin
Elang hanya tersenyum dan berkata,
”Siapa ma namanya? Wah papa ketinggalan jaman ya ma, gak kenal temen mama yang gurunya Mika juga”
”Namanya Yani, dia sangat berarti buat mama. Aku harap apapun yang terjadi nanti, jangan putuskan hubungan silaturahmi keluarga kita dengannya ya Pa?!” kata Larasati .
Sewaktu mengakhiri kata-katanya, Elang seperti melihat pandangan misterius dari istrinya. Tapi dia tidak mampu menebak maksudnya.
Elang hanya tersenyum dan mengangguk. Kemudian mereka berdua menghabiskan waktu dengan bercerita tentang masa lalu mereka, saat pertemuan mereka dan akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Banyak kenangan indah yang telah mereka lalui bersama.
Tepat pukul satu, pintu kamar mereka diketuk. Sepertinya Yani teman Larasati memenuhi janjinya untuk berkunjung. Elang lantas menuju pintu dan membukanya. Alangkah terkejut dia manakala melihat sosok cantik yang berdiri di depannya, wanita yang sangat dikenalnya dan tanpa terasa telah mengisi mimpinya belakangan ini. Tapi sebelum dia bertanya, istrinya telah melihat kehadiran gadis didepan pintu itu.
”Hai Yani, masuk sini!” seru istrinya dengan nada gembira.
Yani itu Catyani, Elang menggumam dalam hati, bagaimana bisa begitu? Elang hanya termangu di depan pintu, tidak bisa berkata apapun, seribu tanya ada di kepalanya.
Sementara Catyani tanpa merasa bersalah langsung masuk kedalam, menemui sahabatnya dan memeluknya, dengan tak lupa menebar senyum manisnya.
”Yani, kenalkan suami aku. Mas ini Yani sahabat aku tercinta!” sambil mengenalkan, Larasati mempertemukan tangan kedua orang yang paling dia sayangi didunia ini untuk berkenalan.
”Hai Elang?” sapa Yani sambil tersenyum.
”Hai, tidak masuk kerja ya?” tanya Elang, sambil kemudian mengutuki pertanyaannya yang tidak pada tempatnya.
”Yani ini yang empunya perusahaan, masuk atau tidak terserah dia. Ya Yan?” kata Larasati berusaha mencairkan suasana yang agak kaku.
Kemudian Yani dan Laras bercerita bagaimana mereka bersahabat dulu, hingga terus bertahan sampai sekarang. Sampai akhirnya Yani mohon pamit dan berjanji akan kembali keesokan harinya.
Seperginya Yani, Larasati meminta suaminya untuk mendekat. Mengajukan permohonan bagi kebahagiaan anak2 dan suaminya kelak.
”Pa, aku tau bahwa waktuku sudah tidak lama. Ketahuilah, pertemuan papa dan Yani di chating room, memang aku yang atur. Aku ingin papa bisa dekat dengan Yani dan kalo setelah itu kalian berdua berkembang hubungan yang lain, aku iklas. Aku minta maaf tidak bisa menemanimu dan anak-anak sampai mereka dewasa. Tapi aku berharap, Yani bisa menggantikan aku, bisa membahagiakan kalian, sehingga aku lega kembali ke pangkuanNYA.”
Kemudian Larasati bercerita tentang kenapa Yani begitu berharga baginya. Sejak dulu mereka berteman, sahabatnya itu sudah tau mengenai penyakit yang di derita Laras. Bahkan pada saat dia putus asa terhadap hidupnya, Yani selalu membantunya untuk bangkit.
Wanita itu jugalah yang merekomendasikan Elang padanya. Dahulu pada saat Elang masih bekerja di developer, Yani adalah anak dari pemilik perusahaan itu. Yani sudah menyukai Elang dari pandangan pertama, tapi dia relakan lelaki itu untuk sahabatnya. Agar Laras tetap kuat menghadapi hidup. Yani juga berpesan pada Laras, agar Elang tidak perlu mengenalnya, karena dia tidak ingin terlihat bahwa telah mencintai Elang sejak dulu.
”Jadi aku tau, bahwa dia adalah orang yang tepat buat kamu, dan anak-anak.” kata Larasati akhirnya menutup wasiat terakhirnya.
Elang sangat terkejut mendengar penuturan istrinya,
”Ma, sadarlah, tidak baik melangkahi takdir. Batas umur hanya Tuhan yang menentukan, kita tak berhak melampauinya. Tolong cabut lagi kata-katamu tadi......” kata Elang setengah memohon pada istrinya.
Tapi wanita cantik yang wajahnya semakin pucat itu hanya tersenyum. Sampai malaikat yang baik hati menjemputnya, Larasati tetap tidak mau berkompromi dengan keinginannya itu, tidak mau mencabut kembali wasiatnya.
Senja memerah, menerangi sebuah tanah pemakaman yang masih basah . Elang dan kedua anaknya berjalan berangkulan, bersama seorang wanita ’misterius’ dari chating room yang telah di siapkan oleh istri dan mama mereka, untuk menyongsong masa depan yang bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar